KASUS PENCEMARAN NAMA BAIK OLEH PRITA MULYASARI PADA RS OMNI INTERNASIONAL
inilah kronologi lengkap kasus yang menimpa Prita Mulyasari mulai dari awal dia berobat ke RS Omni International sampai kemudian digugat secara perdata dan pidana lalu dipenjara selama tiga minggu lamanya. Saya hanya bisa bilang, “Cukup Prita yang mengalami kejadian seperti ini”:
7 Agustus 2008, 20:30
Prita Mulyasari datang ke RS Omni Internasional dengan keluhan panas tinggi dan pusing kepala. Hasil pemeriksaan laboratorium: Thrombosit 27.000 (normal 200.000), suhu badan 39 derajat. Malam itu langsung dirawat inap, diinfus dan diberi suntikan dengan diagnosa positif demam berdarah.
8 Agustus 2008
Ada revisi hasil lab semalam, thrombosit bukan 27.000 tapi 181.000. Mulai mendapat banyak suntikan obat, tangan kiri tetap diinfus. Tangan kiri mulai membangkak, Prita minta dihentikan infus dan suntikan. Suhu badan naik lagi ke 39 derajat.
9 Agustus 2008
Kembali mendapatkan suntikan obat. Dokter menjelaskan dia terkena virus udara. Infus dipindahkan ke tangan kanan dan suntikan obat tetap dilakukan. Malamnya Prita terserang sesak nafas selama 15 menit dan diberi oksigen. Karena tangan kanan juga bengkak, dia memaksa agar infus diberhentikan dan menolak disuntik lagi.
10 Agustus 2008
Terjadi dialog antara keluarga Prita dengan dokter. Dokter menyalahkan bagian lab terkait revisi thrombosit. Prita mengalami pembengkakan pada leher kiri dan mata kiri.
11 Agustus 2008
Terjadi pembengkakan pada leher kanan, panas kembali 39 derajat. Prita memutuskan untuk keluar dari rumah sakit dan mendapatkan data-data medis yang menurutnya tidak sesuai fakta. Prita meminta hasil lab yang berisi thrombosit 27.000, tapi yang didapat hanya informasi thrombosit 181.000. Pasalnya, dengan adanya hasil lab thrombosit 27.000 itulah dia akhirnya dirawat inap. Pihak OMNI berdalih hal tersebut tidak diperkenankan karena hasilnya memang tidak valid.
Di rumah sakit yang baru, Prita dimasukkan ke dalam ruang isolasi karena dia terserang virus yang menular.
15 Agustus 2008
Prita mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan diberikan pihak rumah sakit ke [email protected] dan ke kerabatnya yang lain dengan judul “Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra”. Emailnya menyebar ke beberapa milis dan forum online.
30 Agustus 2008
Prita mengirimkan isi emailnya ke Surat Pembaca Detik.com.
5 September 2008
RS Omni mengajukan gugatan pidana ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus.
22 September 2008
Pihak RS Omni International mengirimkan email klarifikasi ke seluruh costumernya.
8 September 2008
Kuasa Hukum RS Omni Internasional menayangkan iklan berisi bantahan atas isi email Prita yang dimuat di harian Kompas dan Media Indonesia.
24 September 2008
Gugatan perdata masuk.
11 Mei 2009
Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata RS Omni. Prita terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Prita divonis membayar kerugian materil sebesar 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan 100 juta untuk kerugian imateril. Prita langsung mengajukan banding.
13 Mei 2009
Mulai ditahan di Lapas Wanita Tangerang terkait kasus pidana yang juga dilaporkan oleh Omni.
2 Juni 2009
Penahanan Prita diperpanjang hingga 23 Juni 2009. Informasi itu diterima keluarga Prita dari Kepala Lapas Wanita Tangerang.
3 Juni 2009
Megawati dan JK mengunjungi Prita di Lapas. Komisi III DPR RI meminta MA membatalkan tuntutan hukum atas Prita. Prita dibebaskan dan bisa berkumpul kembali dengan keluarganya. Statusnya diubah menjadi tahanan kota.
4 Juni 2009
Sidang pertama kasus pidana yang menimpa Prita mulai disidangkan di PN Tangerang.
NB: Kejadian di RS Omni International berdasarkan email/surat pembaca yang dibuat Prita.
==================================================
ISI BANTAHAN YANG DIMUAT DI HARIAN KOMPAS DAN MEDIA INDONESIA:
PENGUMUMAN & BANTAHAN
Kami, RISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS, Advokat dan Konsultan HKI, berkantor di Jalan Antara No. 45A Pasar Baru, Jakarta Pusat, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N;
Sehubungan dengan adanya surat elektronik (e-mail) terbuka dari SAUDARI PRITA MULYASARI beralamat di Villa Melati Mas Residence Blok C 3/13 Serpong Tangerang (mail from: [email protected]) kepada customer_care @banksinarmas.com, dan telah disebar-luaskan ke berbagai alamat email lainnya, dengan judul ‘PENIPUAN OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA TANGERANG’;
Dengan ini kami mengumumkan dan memberitahukan kepada khalayak umum/masyarakat dan pihak ketiga, ‘BANTAHAN kami’ atas surat terbuka tersebut sebagai berikut :
1. BAHWA ISI SURAT ELEKTRONIK (E-MAIL) TERBUKA TERSEBUT TIDAK BENAR SERTA TIDAK SESUAI DENGAN FAKTA YANG SEBENARNYA TERJADI (TIDAK ADA PENYIMPANGAN DALAM SOP DAN ETIK), SEHINGGA ISI SURAT TERSEBUT TELAH MENYESATKAN KEPADA PARA PEMBACA KHUSUSNYA PASIEN, DOKTER, RELASI OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, RELASI Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, DAN RELASI Dr. GRACE HILZA YARLEN. N, SERTA MASYARAKAT LUAS BAIK DI DALAM MAUPUN DI LUAR NEGERI.
2. BAHWA TINDAKAN SAUDARI PRITA MULYASARI YANG TIDAK BERTANGGUNG-JAWAB TERSEBUT TELAH MENCEMARKAN NAMA BAIK OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N, SERTA MENIMBULKAN KERUGIAN BAIK MATERIL MAUPUN IMMATERIL BAGI KLIEN KAMI.
3. BAHWA ATAS TUDUHAN YANG TIDAK BERTANGGUNG JAWAB DAN TIDAK BERDASAR HUKUM TERSEBUT, KLIEN KAMI SAAT INI AKAN MELAKUKAN UPAYA HUKUM TERHADAP SAUDARI PRITA MULYASARI BAIK SECARA HUKUM PIDANA MAUPUN SECARA HUKUM PERDATA.
Demikian PENGUMUMAN & BANTAHAN ini disampaikan kepada khalayak ramai untuk tidak terkecoh dan tidak terpengaruh dengan berita yang tidak berdasar fakta/tidak benar dan berisi kebohongan tersebut.
Jakarta, 8 September 2008.
Kuasa Hukum
OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA,
Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N
RISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS.
Ttd. Ttd.
Dra. Risma Situmorang, S.H., M.H. Heribertus S. Hartojo, S.H., M.H.
Advokat & Konsultan HKI. Advokat.
Ttd. Ttd.
Moh. Bastian, S.H. Christine Souisa, S.H.
Advokat. Advokat.
7 Agustus 2008, 20:30
Prita Mulyasari datang ke RS Omni Internasional dengan keluhan panas tinggi dan pusing kepala. Hasil pemeriksaan laboratorium: Thrombosit 27.000 (normal 200.000), suhu badan 39 derajat. Malam itu langsung dirawat inap, diinfus dan diberi suntikan dengan diagnosa positif demam berdarah.
8 Agustus 2008
Ada revisi hasil lab semalam, thrombosit bukan 27.000 tapi 181.000. Mulai mendapat banyak suntikan obat, tangan kiri tetap diinfus. Tangan kiri mulai membangkak, Prita minta dihentikan infus dan suntikan. Suhu badan naik lagi ke 39 derajat.
9 Agustus 2008
Kembali mendapatkan suntikan obat. Dokter menjelaskan dia terkena virus udara. Infus dipindahkan ke tangan kanan dan suntikan obat tetap dilakukan. Malamnya Prita terserang sesak nafas selama 15 menit dan diberi oksigen. Karena tangan kanan juga bengkak, dia memaksa agar infus diberhentikan dan menolak disuntik lagi.
10 Agustus 2008
Terjadi dialog antara keluarga Prita dengan dokter. Dokter menyalahkan bagian lab terkait revisi thrombosit. Prita mengalami pembengkakan pada leher kiri dan mata kiri.
11 Agustus 2008
Terjadi pembengkakan pada leher kanan, panas kembali 39 derajat. Prita memutuskan untuk keluar dari rumah sakit dan mendapatkan data-data medis yang menurutnya tidak sesuai fakta. Prita meminta hasil lab yang berisi thrombosit 27.000, tapi yang didapat hanya informasi thrombosit 181.000. Pasalnya, dengan adanya hasil lab thrombosit 27.000 itulah dia akhirnya dirawat inap. Pihak OMNI berdalih hal tersebut tidak diperkenankan karena hasilnya memang tidak valid.
Di rumah sakit yang baru, Prita dimasukkan ke dalam ruang isolasi karena dia terserang virus yang menular.
15 Agustus 2008
Prita mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan diberikan pihak rumah sakit ke [email protected] dan ke kerabatnya yang lain dengan judul “Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra”. Emailnya menyebar ke beberapa milis dan forum online.
30 Agustus 2008
Prita mengirimkan isi emailnya ke Surat Pembaca Detik.com.
5 September 2008
RS Omni mengajukan gugatan pidana ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus.
22 September 2008
Pihak RS Omni International mengirimkan email klarifikasi ke seluruh costumernya.
8 September 2008
Kuasa Hukum RS Omni Internasional menayangkan iklan berisi bantahan atas isi email Prita yang dimuat di harian Kompas dan Media Indonesia.
24 September 2008
Gugatan perdata masuk.
11 Mei 2009
Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata RS Omni. Prita terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Prita divonis membayar kerugian materil sebesar 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan 100 juta untuk kerugian imateril. Prita langsung mengajukan banding.
13 Mei 2009
Mulai ditahan di Lapas Wanita Tangerang terkait kasus pidana yang juga dilaporkan oleh Omni.
2 Juni 2009
Penahanan Prita diperpanjang hingga 23 Juni 2009. Informasi itu diterima keluarga Prita dari Kepala Lapas Wanita Tangerang.
3 Juni 2009
Megawati dan JK mengunjungi Prita di Lapas. Komisi III DPR RI meminta MA membatalkan tuntutan hukum atas Prita. Prita dibebaskan dan bisa berkumpul kembali dengan keluarganya. Statusnya diubah menjadi tahanan kota.
4 Juni 2009
Sidang pertama kasus pidana yang menimpa Prita mulai disidangkan di PN Tangerang.
NB: Kejadian di RS Omni International berdasarkan email/surat pembaca yang dibuat Prita.
==================================================
ISI BANTAHAN YANG DIMUAT DI HARIAN KOMPAS DAN MEDIA INDONESIA:
PENGUMUMAN & BANTAHAN
Kami, RISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS, Advokat dan Konsultan HKI, berkantor di Jalan Antara No. 45A Pasar Baru, Jakarta Pusat, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N;
Sehubungan dengan adanya surat elektronik (e-mail) terbuka dari SAUDARI PRITA MULYASARI beralamat di Villa Melati Mas Residence Blok C 3/13 Serpong Tangerang (mail from: [email protected]) kepada customer_care @banksinarmas.com, dan telah disebar-luaskan ke berbagai alamat email lainnya, dengan judul ‘PENIPUAN OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA TANGERANG’;
Dengan ini kami mengumumkan dan memberitahukan kepada khalayak umum/masyarakat dan pihak ketiga, ‘BANTAHAN kami’ atas surat terbuka tersebut sebagai berikut :
1. BAHWA ISI SURAT ELEKTRONIK (E-MAIL) TERBUKA TERSEBUT TIDAK BENAR SERTA TIDAK SESUAI DENGAN FAKTA YANG SEBENARNYA TERJADI (TIDAK ADA PENYIMPANGAN DALAM SOP DAN ETIK), SEHINGGA ISI SURAT TERSEBUT TELAH MENYESATKAN KEPADA PARA PEMBACA KHUSUSNYA PASIEN, DOKTER, RELASI OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, RELASI Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, DAN RELASI Dr. GRACE HILZA YARLEN. N, SERTA MASYARAKAT LUAS BAIK DI DALAM MAUPUN DI LUAR NEGERI.
2. BAHWA TINDAKAN SAUDARI PRITA MULYASARI YANG TIDAK BERTANGGUNG-JAWAB TERSEBUT TELAH MENCEMARKAN NAMA BAIK OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N, SERTA MENIMBULKAN KERUGIAN BAIK MATERIL MAUPUN IMMATERIL BAGI KLIEN KAMI.
3. BAHWA ATAS TUDUHAN YANG TIDAK BERTANGGUNG JAWAB DAN TIDAK BERDASAR HUKUM TERSEBUT, KLIEN KAMI SAAT INI AKAN MELAKUKAN UPAYA HUKUM TERHADAP SAUDARI PRITA MULYASARI BAIK SECARA HUKUM PIDANA MAUPUN SECARA HUKUM PERDATA.
Demikian PENGUMUMAN & BANTAHAN ini disampaikan kepada khalayak ramai untuk tidak terkecoh dan tidak terpengaruh dengan berita yang tidak berdasar fakta/tidak benar dan berisi kebohongan tersebut.
Jakarta, 8 September 2008.
Kuasa Hukum
OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA,
Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N
RISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS.
Ttd. Ttd.
Dra. Risma Situmorang, S.H., M.H. Heribertus S. Hartojo, S.H., M.H.
Advokat & Konsultan HKI. Advokat.
Ttd. Ttd.
Moh. Bastian, S.H. Christine Souisa, S.H.
Advokat. Advokat.
ISI EMAIL PRITA MULYASARI
Jakarta - Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.
Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.
dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.
Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.
Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.
Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.
Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.
Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.
Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja.
Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.
Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi.� Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri.
dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.
Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.
Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.
Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.
Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis.
Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.
Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.
Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas.� Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.
Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.
Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.
Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.
Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.
Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.
Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.
Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.
Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.
Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.
Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.
Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.
Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.
Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.
Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.
Salam,
Prita Mulyasari
Alam Sutera
[email protected]
081513100600
Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.
dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.
Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.
Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.
Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.
Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.
Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.
Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja.
Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.
Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi.� Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri.
dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.
Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.
Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.
Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.
Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis.
Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.
Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.
Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas.� Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.
Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.
Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.
Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.
Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.
Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.
Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.
Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.
Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.
Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.
Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.
Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.
Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.
Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.
Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.
Salam,
Prita Mulyasari
Alam Sutera
[email protected]
081513100600
akhir cerita kasus gugatan perdata terhadap prita mulyasari
Masih ingat dengan kasus Prita Mulyasai, Kasus ini berawal dari keluhannya di internet, di mana Prita mencurahkan pengalamannya yang tidak mendapatkan pelayanan maksimal selama dirawat di rumah sakit itu.Surat elektronik itu menyebarluas tak terkendali di dunia maya, yang kemudian membuat RS kalang kabut. Akhirnya Prita Mulyasari dilapor secara pidana dan juga di gugat secara perdata.
Dalam kasus pidananya Prita didakwa telah melanggar UU ITE terkait testimoninya atas ketidakpuasannya terhadap RS Omni International Alam Sutra, Tangerang. Namun Prita Mulyasari yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga itu divonis bebas oleh PN Tangerang. Lebih lanjut dalam tulisan ini tidak akan dibahas mengenai kasus pidananya.
Selain dilaporkan secara pidana, Sdri Prita Mulyasari mendapat tuntutan perdata, dari RS Omni Internasional tersebut, dan dalam petitum gugatan penggugat meminta tuntutan ganti rugi sebesar Rp 559.623.064.960,- (lima ratus lima puluh Sembilan milyar enam ratus dua puluh tiga juta enam puluh empat ribu Sembilan ratus enam puluh rupiah).
Dalam kasus perdata ini, sdr. Prita Mulyasari diposisikan sebagai pihak Tergugat, sedangkan untuk Pihak Penggugat terdiri dari Penggugat I yaitu Pengelola Rumah Sakit, Penggugat II adalah Dokter yang merawat dan Penggugat III adalah Penanggung Jawab atas keberatan atas pelayanan Rumah Sakit.
Pada intinya Para Penggugat merasa dirugikan atas tindakan sdri.Prita Mulyasari yang tidak cukup menyampaikan keluhan dengan mengisi lembar " masukan dan saran", tetapi ternyata Tergugat membuat surat elektronik terbuka pada situs : [email protected] dengan judul "penipuan Omni Internasional Hospital Alam Sutera Tangerang" dan "manajemen Omni Pembohong besar semua" dan "saya informasikan juga Penggugat II pratik di di RSCM juga, saya tidak mengatakan RSCM buruk tetapi hati-hati dengan perawatan medis dokter ini" serta "tanggapan Penggugat III yang katanya adalah Penanggung jawab masalah complain saya ini tidak professional sama sekali…." Dan " tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer…." Yang disebarkan keberbagai email.
Akibat pengiriman email tersebut, Para penggugat merasa dirugikan dan tercemar nama baiknya.
Perkara Perdata tersebut di sidang di Pengadilan Negeri Tangerang dengan nomor register perkara Nomor 300/PDT.G/2008/PN.TNG. Atas perkara tersebut Majelis Hakim Pengadilan Negeri tangerang pada tanggal 11 Mei 2009 telah menjatuhkan putusan yang mana pada pokoknya :
Dalam putusan Pengadilan Tinggi Banten di sebutkan secara terpisah nilai ganti kerugian yang harus ditanggung tergugat baik secara materiiil dan immaterial. Secara materiil Tergugat harus membayar ganti rugi sebesar Rp 164.286.380,- (seratus enam puluh empat juta dua ratus delapan puluh enam ribu tiga ratus delapan puluh rupiah) dang anti rugi immaterial sebesar Rp 40.000.000,- (empat puluh juta rupiah);
Tergugat tidak menerima putusan banding tersebut dan mengajukan upaya hukum Kasasi. Dalam pemeriksaan tingkat kasasi perkara mendapat nomor register 300K/pdt/2010. Majelis Hakim tingkat kasasi pada tanggal 29 Sepetember 2010 telah menjatuhkan putusan yang pada pokoknya Mengabulkan permohonan kasasi dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Banten.
Majelis Hakim tingkat Kasasi dalam putusannya adalah menolak seluruh gugatan dari Para Penggugat. Yang menarik dari perkara Prita Tersebut ada beberpa kaidah hukum yang bisa ditarik, yaitu diantarannya sebagai berikut :
Email : suratpembaca.detik.com/read/2008/08/30/111736/997265/283/rs.omni.dapatkan-pasien-dari-hasil-lab-fiktif
Waktuterindah-blogspot.com/2011/06/akhir-cerita-kasus-gugatan.html
Dalam kasus pidananya Prita didakwa telah melanggar UU ITE terkait testimoninya atas ketidakpuasannya terhadap RS Omni International Alam Sutra, Tangerang. Namun Prita Mulyasari yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga itu divonis bebas oleh PN Tangerang. Lebih lanjut dalam tulisan ini tidak akan dibahas mengenai kasus pidananya.
Selain dilaporkan secara pidana, Sdri Prita Mulyasari mendapat tuntutan perdata, dari RS Omni Internasional tersebut, dan dalam petitum gugatan penggugat meminta tuntutan ganti rugi sebesar Rp 559.623.064.960,- (lima ratus lima puluh Sembilan milyar enam ratus dua puluh tiga juta enam puluh empat ribu Sembilan ratus enam puluh rupiah).
Dalam kasus perdata ini, sdr. Prita Mulyasari diposisikan sebagai pihak Tergugat, sedangkan untuk Pihak Penggugat terdiri dari Penggugat I yaitu Pengelola Rumah Sakit, Penggugat II adalah Dokter yang merawat dan Penggugat III adalah Penanggung Jawab atas keberatan atas pelayanan Rumah Sakit.
Pada intinya Para Penggugat merasa dirugikan atas tindakan sdri.Prita Mulyasari yang tidak cukup menyampaikan keluhan dengan mengisi lembar " masukan dan saran", tetapi ternyata Tergugat membuat surat elektronik terbuka pada situs : [email protected] dengan judul "penipuan Omni Internasional Hospital Alam Sutera Tangerang" dan "manajemen Omni Pembohong besar semua" dan "saya informasikan juga Penggugat II pratik di di RSCM juga, saya tidak mengatakan RSCM buruk tetapi hati-hati dengan perawatan medis dokter ini" serta "tanggapan Penggugat III yang katanya adalah Penanggung jawab masalah complain saya ini tidak professional sama sekali…." Dan " tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer…." Yang disebarkan keberbagai email.
Akibat pengiriman email tersebut, Para penggugat merasa dirugikan dan tercemar nama baiknya.
Perkara Perdata tersebut di sidang di Pengadilan Negeri Tangerang dengan nomor register perkara Nomor 300/PDT.G/2008/PN.TNG. Atas perkara tersebut Majelis Hakim Pengadilan Negeri tangerang pada tanggal 11 Mei 2009 telah menjatuhkan putusan yang mana pada pokoknya :
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian
- Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap para penggugat
- Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp 314.268.360,- (tiga ratus empat belas juta dua ratus enam puluh delapan ribu tiga ratus enam puluh rupiah)…
- Dst….
Dalam putusan Pengadilan Tinggi Banten di sebutkan secara terpisah nilai ganti kerugian yang harus ditanggung tergugat baik secara materiiil dan immaterial. Secara materiil Tergugat harus membayar ganti rugi sebesar Rp 164.286.380,- (seratus enam puluh empat juta dua ratus delapan puluh enam ribu tiga ratus delapan puluh rupiah) dang anti rugi immaterial sebesar Rp 40.000.000,- (empat puluh juta rupiah);
Tergugat tidak menerima putusan banding tersebut dan mengajukan upaya hukum Kasasi. Dalam pemeriksaan tingkat kasasi perkara mendapat nomor register 300K/pdt/2010. Majelis Hakim tingkat kasasi pada tanggal 29 Sepetember 2010 telah menjatuhkan putusan yang pada pokoknya Mengabulkan permohonan kasasi dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Banten.
Majelis Hakim tingkat Kasasi dalam putusannya adalah menolak seluruh gugatan dari Para Penggugat. Yang menarik dari perkara Prita Tersebut ada beberpa kaidah hukum yang bisa ditarik, yaitu diantarannya sebagai berikut :
- Bahwa mengungkap sebuah perasaan berupa keluhan tentang apa yang telah dialami selama menjalani proses pengobatan, baik berupa pelayanan selama di rawat inap maupun tindakan medis lainnya selama berada di rumah sakit yang dituangkan dalam sebuah email lalu disebar luaskan melalui email kealamat email kawan-kawannya, tidaklah kemudian lalu dapat dipandang sebagai perbuatan melawan hukum;
- Bahwa tindakan mengirim atau menyebarkan email yang berisi keluhan tersebut kepada kawan-kawannya, juga bukan merupakan sebuah penghinaan, oleh karena hal tersebut bukan dimaksudkan untuk menyerang pribadi seseorang atau instansi, melainkan hal tersebut adalah merupakan sebuah kenyataan atau fakta tentang apa yang dialami berkenaan dengan pelayanan medis;
- Bahwa email adalah merupakan sebuah media komunikasi yang bersifat personal dan tertutup dan hanya orang-orang tertentu saja yang dapat mengakses dan membacanya, dengan demikian bukan merupakan media yang bersifat umum dimana setiap orang dapat membuka dan membacanya, seperti media umum lainnya;
- Bahwa mengeluh sebuah pelayanan medis dengan menggunakan surat elektronik terbuka pada sebuah situs ([email protected]), lalu mengirimkan hal tersebut kepada kawan-kawannya melalui email, masih dianggap dan dinilai dalam batas-batas kewajaran dalam kerangka penyampaian informasi dengan menggunakan jenis saluran yang tersedia;
- Bahwa hak untuk menyampaikan informasi melalui berbagai media, secara konstitusional telah diakui dan dijamin dalam pasal 28 F UUD 1945 yang menentukan bahwa " setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia'
- Bahwa adanya putusan hakim pidana yang telah menyatakan terdakwa dibebaskan dari tindak pencemaran nama baik, terkait dengan gugatan perdata, putusan pidana tersebut dapat dijadikan bahan dan dipakai sebagai salah satu dasar/ alasan untuk menentukan bahwa perbuatan yang dilakukan tersebut bukanlah sifat melawan hukum, sehingga dapat membebaskan dirinya dari adannya tuntutan ganti rugi secara perdata atas gugatan pencemaran nama baik/perbuatan melawan hukum.
Email : suratpembaca.detik.com/read/2008/08/30/111736/997265/283/rs.omni.dapatkan-pasien-dari-hasil-lab-fiktif
Waktuterindah-blogspot.com/2011/06/akhir-cerita-kasus-gugatan.html